Analisis Keuntungan Berdasarkan Skala Usaha Kepemilikan Ternak Sapi di Kabupaten Manokwari

Analisis Keuntungan Berdasarkan Skala Usaha Kepemilikan Ternak Sapi di Kabupaten Manokwari


Benefit Analysis of Cow Rearing Under Business Scale in Manokwari Regency, West Papua Province

Oleh :
Susan C. Labatar

Abstrak

Peningkatan produksi usaha ternak sapi potong, secara langsung akan berpengaruh terhadap keuntungan petani peternak, baik dalam bentuk usaha sampingan maupun sebagai usaha pokok. Dengan meningkatnya keuntungan yang diperoleh petani peternak berarti akan meningkat pula kesejahteraan keluarganya. Usaha peternakan sapi potong yang diusahakan oleh petani peternak di Kabupaten Manokwari umumnya masih bersifat tradisional.
            Tujuan penelitian ini untuk menganalisis besarnya biaya produksi yang dikorbankan petani peternak berdasarkan skala usaha pemilikan ternak sapi potong, menganalisis berapa besar keuntungan petani peternak berdasarkan skala usaha kepemilikan ternak sapi potong, dan menganalisis berapa nilai break even point petani peternak berdasarkan skala usaha kepemilikan ternak sapi potong di Kabupaten Manokwari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) besarnya biaya produksi yang dikorbankan petani peternak berdasarkan pada masing-masing skala usaha pemilikan ternak sapi di Kabupaten Manokwari dikategorikan relatif efisien yang dibuktikan dengan tingkat keuntungan, (2) usaha pemeliharaan ternak sapi berdasarkan pada masing-masing skala usaha pemilikan memberikan tingkat keuntungan yang layak lepada petani peternak yang dibuktikan dengan nilai Revenue Cost Ratio (R/C) lebih > 1.

Kata Kunci : Keuntungan, Skala Usaha, Ternak Sapi

Abstract

             Production development of cow rearing business for its meat will directly influence the cow farmer’s benefit both for main and additional businesses. By Increasing the cow farmer’s profit will increase their welfare. Cow rearing in Manokwari Regency has generally been traditional.
This study was aimed to analyze the amount of production cost spent based on the business scale of cow rearing, how much the profit gained, and the break even point.
             The study concluded that (1) the production cost spent by the farmers with business scale in cow rearing in Manokwari Regency is  categorized as relatively efficient relative to the profit gain, (2) the cow rearing at each business scale has given good profit to the farmers which is indicated with a Revenue Cost Ratio (R/C) higher than 1.

Keywords: Profit, business scale, cow rearing.


      PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Upaya peningkatan konsumsi protein hewani harus dilakukan agar kualitas sumberdaya manusia meningkat. Kebutuhan daging sapi saat ini dipenuhi dari tiga sumber, yaitu peternakan rakyat (ternak lokal), industri peternakan rakyat (hasil penggemukkan sapi) dan import daging dari luar negeri.
            Usaha peternakan sapi potong yang diusahakan oleh petani peternak di Kabupaten Manokwari umumnya masih bersifat tradisional. Dikatakan tradisional karena dalam sistem pemeliharaan umumnya sumber bahan makanannya hanya mengandalkan rumput yang tumbuh secara alami dan masih kurang memanfaatkan sumber pakan hasil olahan industri serta belum memiliki pencatatan (recording) yang lengkap dalam usaha ternak sapi maupun usahataninya. Selain itu dalam menjalankan usaha ternak sapi potong petani peternak kurang memperhatikan biaya produksi yang dikeluarkan dari usaha beternak sapi potong. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gittingger (1986) bahwa, peternakan sapi yang diusahakan oleh petani peternak di pedesaan ditandai oleh ciri-ciri yaitu :(1) skala pemilikan usaha relatif kecil dan modal terbatas, (2) teknologi sederhana dan pengelolaan tradisional, (3) bersifat padat karya dan berbasis keluarga serumah, dan (4) produktivitas dan mutu genetik rendah.
            Dengan demikian diperlukan suatu kajian sistem usaha ternak sapi potong yang berlaku di Kabupaten Manokwari antara lain aspek biaya produksi maupun aspek manajemen pemasaran dan keuntungan. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan suatu analisis keuntungan petani peternak sapi potong berdasarkan skala usaha kepemilikan di Kabupaten Manokwari.

B.     Tujuan Penelitian

1.      Mengetahui besarnya biaya produksi yang dikorbankan petani peternak berdasarkan skala usaha pemilikan ternak sapi potong di Kabupaten Manokwari
2.      Mengetahui berapa besar keuntungan petani peternak berdasarkan skala usaha kepemilikan ternak sapi potong di Kabupaten Manokwari.

METODE PENELITIAN
A.  Metode Penentuan Sampel
Adapun metode penentuan sampel lokasi ditentukan secara “Purposive Sampling” terhadap disrik-distrik yang menjadi tempat pengembangan sapi potong.
      Metode penentuan sampel responden pada masing-masing distrik di wilayah pengembangan sapi potong ditentukan secara acak berstrata “Stratified Random Sampling” pada 86 peternak, dengan kriteria responden yang memiliki ternak sapi digolongkan dalam tiga kelompok kepemilikkan ternak sapi potong; skala kecil 3 – 5 ekor, skala menengah 6 – 10 ekor, dan skala besar ≥ 11 ekor, lama usaha minimal 4 tahun. Dari 86 jumlah peternak yang terbagi dalam 3 kelompok skala usaha diambil 30 persen dari jumlah peternak yang ada, sehingga diperoleh 26 responden untuk dijadikan sampel (Winartha, 2006).

B. Definisi Variabel dan Pengukurannya
Adapun variabel yang diukur dalam penelitian ini yaitu :
  1. Produksi ternak sapi ialah produk daging sapi yang diperoleh dari hasil penjualan berat hidup, diukur dalam satuan kg berat hidup per periode produksi.
  2. Biaya produksi ialah semua pengeluaran yang yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yaitu :
-          Biaya pakan, yaitu semua biaya yang dikeluarkan untuk hijauan pakan ternak dan pakan tambahan (hasil sisa pertanian) yang dihitung  berdasarkan harga yang berlaku (Rp/tahun)
-          Biaya tenaga kerja yaitu biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga yang dihitung berdasarkan harga tenaga kerja buruh tani yang berlaku di wilayah penelitian.
-          Biaya obat/vaksin yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan untuk obat/vaksin  (Rp/tahun)
  1. Penerimaan total ialah seluruh ternak sapi yang terjual dan yang masih hidup  dikalikan dengan harga yang berlaku per periode pemeliharaan yang dinyatakan dalam rupiah per tahun .
  2. Keuntungan adalah penerimaan total per periode dikurangi biaya total per periode dihitung dalam satuan rupiah per tahun. 

C. Model Analisis Data
            Data yang dikumpulkan ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan pendekatan analisis deskriptif dan matematik yaitu analisis biaya produksi dan keuntungan. Analisis deskriptif dilakukan untuk menguraikan secara kualitatif keadaan riil usaha peternakan sapi potong yang diformulasikan dalam bentuk tabelaris dan persentase. Model analisis keuntungan yang digunakan sebagai berikut :
  1. Untuk menghitung keuntungan petani peternak berdasarkan skala usaha pemilikan ternak sapi potong di Kabupaten Manokwari, digunakan formulasi menurut Kadariah (1983)sebagai berikut (Persamaan 1):
  =  TR – TC ......................................................................................... (1)
Keterangan  :
                    =  Keuntungan  
TR       =  Total Revenue (total penerimaan) 
TC       =  Total Cost (total biaya)
Menurut Hartono (2003) menyatakan bahwa, untuk menguji apakah tingkat keuntungan yang  diterima dari suatu usaha secara rasional, maka perlu dilakukan uji lanjut dengan mengetahui besarnya nilai Return Cost Ratio (R/C). Nilai R/C ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Formulasi model analisis ini ialah (persamaan 2) :
           

            Total Penerimaan       .
R/C  ratio =   -------------------------       .......................................... (2)
                                    Total Biaya

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian

1. Kondisi Umum Kabupaten Manokwari
Secara umum Kabupaten Manokwari mempunyai topografi wilayah bergelombang dan berbukit dengan ketinggian 0-2.985 meter di atas permukaan laut. Kemiringan tanah terbagi atas 4 kategori yaitu tanah datar seluas 1.425,4 Km2, tanah landai seluas 61,28 Km2, tanah miring seluas 1.375,81 Km2 dan tanah terjal seluas 11.813,74 Km2.  
2. Keadaan Populasi ternak di Kabupaten Manokwari
            Jenis ternak yang banyak dipelihara/diusahakan oleh masyarakat Kabupaten Manokwari yaitu ternak sapi, babi, kambing dan beberapa jenis unggas seperti ayam dan itik. Populasi ternak sapi menurut data tahun 2010 dari 29 Distrik yang paling tinggi terdapat di Distrik Oransbari sebesar 5.040 ekor, Distrik Prafi 4.731 ekor, Distrik Masni 3.506 ekor, Distrik kebar 1.034 ekor dan Distrik Warmare 831 ekor.
B. Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong
1. Tingkat Umur
            Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur responden sampel bervariasi dari umur 30 - 69 tahun (Tabel 1). Pada tabel 1 memperlihatkan bahwa, kelompok umur 45 – 54 tahun adalah kelompok umur yang persentasenya tertinggi yaitu 30,76 persen ( 7 orang), diikuti oleh kelompok umur 35 – 44 tahun dan 55 – 64 tahun sebesar 23,07 persen ( 6 orang), kelompok umur 25 – 34 sebesar 15,40 persen (4 orang) dan kelompok umur > 65 tahun sebesar 7,70 persen (2 orang).




Tabel 1. Karakteristik Petani Peternak berdasarkan Kelompok Umur di Lokasi Penelitian
No
Umur (tahun)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
25  - 34 
4
  15,40
2
35 - 44
6
  23,07
3
45 - 54
7
  30,76
 4
55 - 64
6
  23,07
5
> 65
2
   7,70

Jumlah
26
        100,00


2. Tingkat Pendidikan
            Hasil penelitian diperoleh tingkat pendidikan petani peternak sapi potong di kategorikan rendah karena sebagian besar tingkat pendidikannya Sekolah Dasar sebesar 65,38 persen (17 orang), responden dengan pendidikan SMP sebesar 26,92 persen ( 7 orang), yang berpendidikan SMA sebesar 7,7 persen (2 orang), sedangkan untuk Perguruan Tinggi tidak ada. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (1998), tingkat pendidikan peternak sangat menentukan keberhasilan usaha peternakan karena dengan membekali pengetahuan melalui jenjang pendidikan akan mempengaruhi produktivitas usaha peternakan sehingga peran sumberdaya manusia dalam pembangunan peternakan merupakan unsur yang sangat penting. Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karateristik Petani Peternak berdasarkan Tingkat Pendidikan
No
Pendidikan
Jumlah (orang)
Persentase
1
SD
17
65,38
2
SMP
7
26,92
3
SMA
2
  7,70
4
PT
0
0





Jumlah
26
         100,00
Sumber : Data Primer, 2010



3. Pengalaman Beternak Sapi Potong
Salah satu faktor internal yang mempengaruhi produktivitas usaha pemeliharaan ternak sapi potong adalah pengalaman dalam beternak. Pengalaman responden dalam beternak sapi potong dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Petani Peternak berdasarkan Pengalaman
No
Uraian
Jumlah (orang)
Persentase
1
Bertani



a. 4 - 10 tahun
3
11,53

b. 11 - 20 tahun
10
38,46

c. 21 - 30 tahun
9
34,61

d. > 31
4
15,40

Jumlah
26
          100,00
2
Beternak Sapi



a. 4 - 10 tahun
15
57,69

b. 11 - 20 tahun
9
34,61

c. 21 - 30 tahun
2
7,70

d. > 31
0
0,00

Jumlah
26
         100,00
Data Primer, 2010
Tabel 3 menunjukkan bahwa responden yang lama beternak 4 – 10 tahun paling banyak yaitu sebesar 57,69 persen (15 orang) diikuti lama beternak 11 – 20 tahun sebesar 34,61 persen (9 orang), responden dengan lama beternak 21 – 30 tahun sebesar 7,70 persen (2 orang).

4. Karakteristik Usahatani dan Usaha Ternak Sapi Potong 
         Pemilikan luas lahan merupakan faktor produksi utama dalam proses usahatani, sehingga sering dijadikan suatu indikator bagi tingkat kesejahteraan masyarakat, dan luas kepemilikan lahan dapat dijadikan gambaran tentang pemerataan faktor produksi utama di sektor pertanian. Tabel 4 memperlihatkan luas lahan pertanian responden.


                         Tabel 4. Luas Lahan Pertanian Responden                                                                                                                                                                        
No
Uraian
Jumlah (orang)
Persentase
Luas (ha)
1
Lahan Sawah ;




a. Tidak Memiliki
4
15,38
23

b. 0,1 - 0,5 ha
2
  7,69


c. 0,6 - 1 ha
15
57,70


d. > 1 ha
5
19,23


Jumlah
26
   100,00

2
Lahan Perkebunan


10

a. Tidak Memiliki
17
65,40


b. 0,1 - 0,5 ha
1
 3,84


c. 0,6 - 1 ha
4
15,38


d. > 1 ha
4
15,38


Jumlah
26
    100,00


Sumber : Data primer, 2010   
Tabel 4 memperlihatkan bahwa luas lahan yang dikuasai petani peternak responden ialah sawah sebesar 23 ha, dan lahan perkebunan 10 ha, hal ini berarti memiliki daya dukung dalam pengembangan ternak sapi karena dengan adanya lahan persawahan sisa hasil ikutan pertanian misalnya dedak padi dapat digunakan sebagai pakan tambahan. Dengan demikian sejalan dengan Soeprapto (2006), bahwa Di daerah sentra padi dedak padi dapat digunakan sebagai pakan penguat.
            Hasil penelitian diperoleh  rata-rata jumlah pemilikan ternak sapi yang dipelihara responden bervariasi untuk skala kecil berkisar antara 3- 5 ekor, skala menengah antara 6 – 10 ekor, dan skala besar antara 11 – 18 ekor. Berdasarkan pengamatan di lapangan diperoleh bahwa ternak sapi yang dominan dipelihara oleh petani peternak adalah jenis Sapi Bali.
C. Analisis Kondisi Pemeliharaan Ternak Sapi
1. Kondisi Umum Usaha Ternak Sapi Potong
            Pemeliharaan ternak sapi sampai sekarang ini masih bersifat ekstensif, artinya sistem manajemen dalam pemeliharaan ternak sapi masih bersifat tradisional dan belum berorientasi agribisnis. Kondisi di lapangan pada petani peternak responden dengan pola pemeliharaan ekstensif, pencapaian berat hidup sapi jantan pada umur 2 tahun 250 kg sedangkan sapi betina mencapai 200 kg.
2. Tenaga Kerja dan Perlengkapan Pemeliharaan Ternak Sapi
            Curahan waktu yang diberikan biasanya tergantung pada jarak dari rumah ke tempat penggembalaan sedangkan waktu  yang diperlukan tergantung dari ternak yang dipelihara. Hasil penelitian diperoleh bahwa, curahan tenaga kerja untuk menangani ternak sapi 3 – 5 ekor memerlukan waktu kurang dari 1 jam, untuk 6-10 ekor 1 – 2 jam, sedangkan lebih dari 10 ekor  3-4 jam. Rata – rata waktu yang dicurahkan dalam sehari untuk memelihara ternak sapi 2,5 jam.
            Berdasarkan hasil penelitian pada 26 responden, terdapat 4 orang dari 26 responden yang memiliki kandang sedangkan 22 responden  tidak memilki kandang dengan menempatkan ternak sapi di pekarangan rumah. Alat-alat lain yang digunakan dalam pemeliharaan yaitu sabit, cangkul, parang, ember, tali karung, sikat, dan sapu.
­
3. Sistem BudidayaTernak Sapi
            Petani peternak yang berada di lokasi penelitian, dalam mengawinkan ternak sapi secara alami yaitu dengan melihat tanda birahi, bila tampak pada pagi hari maka dikawinkan pada sore hari sebaliknya bila tampak pada sore hari maka dikawinkan pada pagi hari berikutnya. Biasanya peternak menyiapkan pajantan yang baik untuk dikawinkan agar memperoleh keturunan yang baik.
            Pemberian pakan dilakukan oleh petani peternak pada pagi hari sesuai dengan kebutuhan ternak sapi. Kemudian ternak sapi digiring ke padang penggembalaan untuk merumput dari jam 2 hingga jam 5 sore kembali ke rumah peternak. Jenis rumput yang biasa diberikan antara lain rumput gajah, dan rumput lapangan. Beberapa responden memberikan pakan tambahan berupa dedak 0,5–1 kg per ekor per hari.
4. Pemasaran Ternak Sapi         
            Pemasaran ternak merupakan salah satu fenomena yang juga sangat menentukan maju dan berkembangnya usaha peternakan sapi di daerah ini. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa, sampai saat ini petani peternak masih menjual ternaknya lewat orang kedua yang dikenal dengan nama belantik, tetapi ada juga jual beli diantara petani peternak yang satu dengan peternak lainnya. Harga pemasaran ternak sapi biasanya disesuaikan dengan kondisi dan umur ternak yang akan dijual. Untuk sapi dewasa harga berkisar antara 5 – 6 juta rupiah sedangkan sapi muda sekitar 3,5 – 4 juta rupiah, sedangkan anak sapi dijual dengan harga 1,5 – 2 juta rupiah.

D. Analisis Biaya dan Keuntungan
1. Analisis Biaya
            Biaya dalam usaha ternak sapi potong terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Soekartawi (2001), bahwa biaya tetap diperuntukan bagi biaya faktor produksi yang sifatnya tetap seperti penyusutan dan peralatan usaha produksi maupun pajak atas usaha, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang diperuntukan bagi pembiayaan faktor produksi yang sifatnya berubah-ubah dalam satu proses produksi seperti biaya makanan ternak, obat-obatan dan tenaga kerja. Biaya yang dimaksudkan dalam penelitian ini ialah biaya pemeliharaan ternak sapi yang sudah dijual oleh peternak responden selang waktu satu tahun terakhir dan perkiraan harga berlaku untuk ternak sapi yang masih dimiliki.   
            Hasil penelitian menunjukkan bahwa, rata–rata besarnya biaya tetap yang digunakan responden dalam usaha pemeliharaan ternak sapi potong untuk skala usaha kecil sebesar Rp. 9.442.816,67, Biaya tidak tetap rata-rata untuk skala usaha kecil sebesar Rp. 9.275.555,55 selama satu tahun. Pada usaha Pemeliharaan skala menengah rata-rata biaya tetap sebesar Rp. 17.019.985,00 dengan rata-rata biaya tidak tetap sebesar Rp. 17.578.144,00 Sedangkan untuk usaha pemeliharaan berskala besar biaya tetap sebesar Rp. 27.126.485,71 dengan rata-rata biaya tidak tetap sebesar Rp. 29.213.571,43.
            Biaya tetap dalam penelitian ini yaitu Biaya peralatan, bibit ternak sapi, kandang, biaya penyusutan alat, dan kandang. Sedangkan biaya tidak tetap mencakup biaya pakan, biaya tenaga kerja, dan obat-obatan. Rata- rata penggunaan biaya produksi pada masing-masing skala usaha dapat dilihat pada




Tabel 5.
Tabel 5. Rata – Rata Biaya Produksi Usaha Pemelihararaan Ternak Sapi Potong
No
Jumlah Ternak
Skala Usaha
Biaya tetap
Biaya tidak tetap
Total Biaya Produksi

(ekor)

(Rp)
(Rp)
(Rp)
1
3 - 5
Kecil
9.442.816,67
9.275.555,56
18.718.372,23






2
6 - 10
Menengah
17.019.985,00
17.578.144,00
34.598.129,00






3
≥ 11
Besar
27.126.485,71
29.213.571,43
56.340.057,14
Sumber : Data primer, 2010

2. Analisis Keuntungan Masing-Masing Skala Usaha
            Keuntungan yang diperoleh adalah hasil penjualan ternak selama satu tahun. Sejalan dengan pernyataan Kadarsan (1992) menyatakan bahwa keuntungan atau penerimaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha, seperti hasil produksi dari peternak dan bahan olahannya. Keuntungan usaha pemeliharaan ternak sapi potong tampak pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata Keuntungan Usaha Pemeliharaan Ternak Sapi Potong
per Tahun
No
Jumah ternak
Skala usaha
Total Biaya Produksi
Total Penerimaan
Keuntungan

(ekor)

(Rp)
(Rp)
(Rp)
1
3 - 5
Kecil
18.718.372,23
19.666.666,67
948.294,44






2
6 -10
Menengah
34.598.129,00
41.950.000,00
4.195.000,00






3
≥ 11
Besar
56.340.057,14
63.214.285,71
6.874.228,57
Sumber : Data primer, 2010

            Hasil penelitian pada petani peternak responden menunjukkan bahwa pada skala usaha kecil rata-rata keuntungan pemeliharaan selama satu tahun Rp. 948.294,44, skala menengah sebesar Rp.4.195.000,00 sedangkan untuk skala usaha besar adalah sebesar Rp.6.874.228,57. Penerimaan yang diperoleh bersumber dari hasil penjualan ternak sapi dan perkiraan harga jual dari ternak yang masih dimiliki saat penelitian. Total keuntungan yang diperoleh peternak responden merupakan selisih antara penerimaan total dikurangi dengan total biaya produksi yang dikeluarkan dalam usaha pemeliharaan ternak sapi. Berdasarkan hasil wawancara dengan peternak responden bahwa pemanfaatan hasil lain dari ternak sapi seperti kotoran sapi, dan kulit belum dimanfaatkan untuk menambah penghasilan. Keuntungan usaha pemeliharaan ternak sapi potong tampak pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata Keuntungan Usaha Pemeliharaan Ternak Sapi Potong
Per Tahun
No
Jumah ternak
Skala usaha
Total Biaya Produksi
Total Penerimaan
Keuntungan

(ekor)

(Rp)
(Rp)
(Rp)
1
3 - 5
Kecil
18.718.372,23
19.666.666,67
948.294,44






2
6 -10
Menengah
34.598.129,00
41.950.000,00
4.195.000,00






3
≥ 11
Besar
56.340.057,14
63.214.285,71
6.874.228,57
Sumber : Data primer, 2010

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa, pada skala usaha kecil rata-rata pemilikan 4 ekor maka besarya biaya pemeliharaan per ekor mencapai Rp.4.679.593  per tahun dan untuk skala usaha menengah rata-rata pemilikan 8 ekor ternak sapi besarnya biaya pemeliharaan per ekor mencapai Rp.4.324.766 per tahun sedangkan pada skala usaha besar rata-rata pemilikan 14 ekor ternak sapi diperoleh besarnya biaya pemeliharaan per ekor mencapai Rp. 4.024.290 per tahun. Apabila dihubungkan dengan tingkat keuntungan per ekor pada masing-masing skala usaha menunjukkan bahwa skala usaha menengah memberikan tingkat keuntungan yang lebih baik dibandingkan dengan skala usaha kecil maupun skala usaha besar.
 Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu komponen biaya yang dikeluarkan pada skala usaha menengah dan skala usaha besar. Komponen  biaya tidak tetap seperti biaya pakan nilainya lebih tinggi pada skala usaha besar. Hal ini disebabkan karena kepemilikan lahan petani peternak terbatas rata-rata 1-2 ha, dimana pada lahan ini diusahakan tanaman pertanian, sehingga untuk jumlah kepemilikan ternak pada skala usaha besar membutuhkan hijauan pakan dalam jumlah banyak sementara lahan yang ada terbatas. Akibat keterbatasan lahan maka  petani peternak membutuhkan  tambahan biaya pakan sehingga terjadi kenaikan biaya produksi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa, untuk skala usaha kecil, rata-rata nilai keuntungan sebesar Rp.237.074 per ekor per tahun, Untuk skala menengah rata-rata nilai keuntungan sebesar Rp.524.375 per ekor per tahun sedangkan skala usaha besar rata-rata nilai keuntungan sebesar Rp.491.016 per ekor per tahun. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata-Rata Biaya dan Keuntungan Per Ekor Pada Masing-Masing Skala Usaha
 Ternak Sapi Potong Per Tahun
Jumlah Pemilikan Ternak Sapi
Rata-Rata Pemilikan Ternak Sapi
Rata-Rata Nilai Biaya
Rata-Rata Nilai Keuntungan
(Ekor)
(Ekor)
(Rp)
(Rp)
3-5
4
4.679.593
237.074
6-10
8
4.329,766
524.375
≥11
14
4.024.290
491.016
Sumber : Data primer, 2010

3. Nilai Return cost Ratio
            Untuk menguji tingkat keuntungan maka dilakukan pengujian dengan menggunakan model analisis R/C ratio. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai R/C ratio pada masing-masing skala usaha yaitu; untuk skala kecil sebesar 1,08, skala menengah sebesar 1,23 dan skala usaha besar sebesar 1,13.(Tabel 11). Nilai-nilai tersebut mempunyai pengertian bahwa, untuk setiap pengeluaran biaya sebesar Rp.100 pada usaha kecil akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp.108, untuk skala usaha menengah akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp.123 dan pada skala usaha besar akan memperoleh tambahan penerimaan Rp.113. Dengan demkian usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Manokwari memberian tingkat keuntungan bagi petani peternak baik pada skala usah kecil, skala usaha sedang maupun skala usaha besar. Hal ini sejalan dengan pernyataan Siregar (1995), bahwa usaha pemeliharaan ternak sapi memberikan keuntungan bila R/C ratio yang lebih dari 1. Apabila nilai R/C ratio semakin besar akan memberikan tingkat keuntungan yang semakin besar.       



Tabel 9. Nilai Return cost Ratio Usaha Pemeliharaan Ternak Sapi

No
Jumlah Ternak
Skala Usaha
R/C ratio
1
3 – 5
Kecil
1,08




2
6 -10
Menengah
1,23




3
≥ 11
Besar
1,13
Sumber : Data primer, 2010


KESIMPULAN

  1. Besarnya biaya produksi yang dikorbankan petani peternak berdasarkan pada masing-masing skala usaha pemilikan ternak sapi di Kabupaten Manokwari dikategorikan relatif efisien yang dibuktikan dengan tingkat keuntungan.
  2. Usaha pemeliharaan ternak sapi berdasarkan pada masing-masing skala usaha pemilikan memberikan tingkat keuntungan yang layak lepada petani peternak yang dibuktikan dengan nilai Revenue Cost Ratio (R/C) lebih > 1.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Peternakan. 1998. Pembangunan Peternakan dan Kaitannya dengan Pengembangan Sumberdaya Manusia. Departemen Pertanian. Makalah Disampaikan pada acara Dies Natalis dan Home Coming Day Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor-Sumedang. Jawa Barat.

Gititinger,  J. R. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek  Pertanian  (Terjemahan). Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.

Hartono. 2003. Teori Ekonomi Mikro Suatu Analisis Produksi Terapan.  Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta. 

Ibrahim, Y.H.M. 2003. Study Kelayakan Bisnis. Edisi revisi. PT. Rineka Cipta Swadaya. Jakarta.

Kadariah. 1983. Teori Ekonomi Mikro. LPFE UI. Bina Aksara. Jakarta.

Kadarsan. 1992. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Pang S.A. 1993. Strategi Menuju Industri Peternakan Sapi Potong. “Agroindustri Sapi Potong”. Prospek Pengembangan pada PJP II, Editor M. Amin Aziz, CIDES, Jakarta

Siregar. 1995. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soekatawi. 2001. Agribisnis, Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soeprapto.2006.Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong dan Kerja. CV. Yasaguna, Jakarta

Winartha, 2006. Metodologi Penelitian Pembangunan Ekonomi. CV Andi  Offset. Yogyakarta









Komentar