Pengaruh Frekuensi Pembalikan Terhadap Daya tetas telur Ayam Buras
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk dan diikuti dengan perbaikan pendapatan dan
semakin meningkat kesadaran masyarakat
akan pentingnya gizi bagi kehidupan menyebabkan permintaan bahan pakan sumber protein hewani meningkat
pula. Salah satu bahan pakan sumber protein hewani yang cukup diminati masyarakat
adalah daging ayam buras.
Ayam buras merupakan salah satu potensi ternak
yang langsung dimiliki masyarakat dengan
jumlah yang cukup besar. Namun pemeliharaan ayam kampung ini oleh sebagian
besar masyarakat masih dilakukan secara ekstensif maupun secara tradisional
sehingga perkembangan populasinya sangat lambat. Usaha peningkatan populasi untuk mengimbangi
permintaan masyarakat akan daging ayam kampung yaitu dengan meningkatkan jumlah
doc yang dihasilkan. Untuk itu dalam pengelolaannya perlu diterapkan teknologi yang cukup
menunjang.
Salah satu cara untuk meningkatkan
populasi ayam buras yaitu dengan menetaskan telur yang dihasilkan oleh induk.
Dalam melakukan penetasan telur ada 2 cara yang dapat diterapkan yaitu secara
alami dengan membiarkan induk mengerami ataupun melalui penetasan buatan dengan
menggunakan mesin tetas. Kapasitas produksi ayam sekali mengeram hanya sekitar
10 – 15 butir telur. Akan tetapi untuk mesin tetas sangat bervariasi tergantung
kapasitas mesinnya (minimal 100 butir). Dengan menerapkan penggunaan mesin
tetas dalam mengerami telur maka
diharapkan akan dihasilkan doc dalam jumlah yang banyak.
B. Masalah
Dalam proses penetasan dengan mesin tetas ada beberapa
faktor penentu yang perlu diperhatikan.
Salah satu faktor adalah pemutaran atau pembalikan telur. Pembalikan
telur sangat besar pengaruhnya terhadap daya tetas telur yang ditetaskan.
Tujuan pembalikan telur sebagai upaya untuk pemerataan penerimaan panas juga
berfungsi agar embrio yang sudah terbentuk tidak lengket atau tidak cacat
setelah telurnya menetas. Menurut mudsan
(1990) pembalikan paling sedikit 2 (dua) kali dalam sehari. Namun apakah dengan
pembalikan diatas 2 (dua) kali akan menunjukkan daya tetas yang berbeda, untuk
itu perlu dilakukan penelitian.
C. Tujuan
Berdasarkan hal tersebut diatas
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi pembalikan
terhadap daya tetas telur ayam buras.
III. METODE PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 Bulan, dari Bulan September sampai dengan November
2013. Tempat pelaksanaan di Laboratorium
peternakan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Manokwari.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam
pelaksanaan penelitian ini terdiri dari :
1. Telur
tetas ayam kampung : 300 butir
2. Mesin
tetas kapasitas 50 butir : 6 buah
C.
Prosedur Penelitian
Sebanyak 300 (tiga ratus) butir
telur tetas yang digunakan dalam penelitian ini ditempatkan dalam 6 (enam) buah mesin tetas dengan
masing-masing mesin tetas sebanyak 50
(lima puluh) butir telur tetas. Telur tetas yang digunakan berasal dari para
peternak dengan umur telur tetas tidak lebih dari 1 minggu.
Sebelum pelaksanaan penelitian mesin
tetas dipersiapkan dengan mengecek panas yang dihasilkan agar sesuai dengan
kebutuhan penetasan yaitu kurang lebih 38 derjad celcius. Pada saat akan
menempatkan telur tetas dalam mesin tetas terlebih dahulu dilakukan fumigasi.
Penempatan telur tetas dalam mesin
tetas dengan posisi mendatar. Pembalikan telur mulai dilakukan 3 hari setelah telur dimasukkan dalam mesin
tetas sampai dengan 3 hari sebelum telur menetas. Banyaknya pembalikan telur
disesuaikan dengan masing-masing perlakuan yaitu 2 kali/hari, 3 kali/hari, dan
4 kali/hari. Untuk masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 kali. Untuk
mengetahui telur yang tertunas (fertile) maka dilakukan candling pada hari
ke 6, sedangkan pada hari ke 12 dan 17
untuk mengetahui perkembangan embrio dalam telur.
D. Variabel yang diamati
Variable yang diamati adalah : telur fertil yang menetas, telur fertil yang tidak menetas, dan persentase
daya tetas telur.
Untuk
mengetahui daya tetas adalah : Telur
yang Fertil x 100 %
Telur
yang menetas
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran tentang pengaruh frekuensi
pembalikan terhadap daya tetas telur ayam kampung pada masing-masing frekuensi
pembalikan berdasarkan hasil penelitin dapat dilihat pada tabel 1. Data pada
tabel 1 merupakan rata-rata nilai hasil perhitungan daya tetas dari hasil penelitian yang
terdapat pada lampiran 2.
Table 4.
Rata-rata Daya Tetas Telur
Ayam kampung pada masing-masing Frekuensi
Pembalikan
|
Frekuensi pembalikan telur
(kali) Daya tetas
(%) Rata-rata daya tetas (%)
|
|
I II
2
92,3 75 83,7
3
63,6 77,8 70,7
4
54,3 63,6 58,9
|
Sumber : Data Hasil Olahan, 2013
Hasil perhitungan daya tetas pada
tabel 1 menunjukkan adanya pengaruh frekuensi pembalikan telur yang
ditetaskan terhadap daya tetas
telur-telur tersebut. Rata-rata daya
tetas telur pada frekuensi pembalikan yang lebih sedikit yaitu sebanyak 2 (dua)
kali menunjukkan daya tetas yang lebih tinggi (83,7%). Sedangkan untuk masing-masing
pembalikan dengan frekuensi yang lebih
banyak yaitu 3 (tiga) kali rata-rata daya tetasnya 70,7 %, dan 4 (empat)
kali pembalikan rata-rata daya tetasnya
58,9 %. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin banyaknya frekuensi pembalikan
telur dalam mesin tetas menyebabkan daya tetas telur akan semakin berkurang. Telur-telur dengan daya tetas yang semakin
rendah menunjukkan telur-telur tersebut dalam proses penetasan lebih sedikit
yang menetas dibandingkan dengan
telur-telur dengan daya tetas yang lebih tinggi.
Adanya perbedaan daya tetas pada
frekuensi pembalikan telur yang berbeda diduga
karena semakin banyaknya frekuensi pembalikan akan diikuti dengan
semakin banyaknya pintu mesin tetas
dibuka. Keadaan ini berpengaruh pada
rendahnya suhu dan kelembaban pengeraman dalam mesin tetas.
Menurut Nuryati, (2009) bahwa kelembaban yang terlalu rendah
dalam ruang mesin tetas selama periode penetasan menyebabkan laju penguapan air
terlalu cepat sehingga embrio kekurangan air. Selanjutnya menurut Anonim, (2010), telur yang tidak menetas
karena kekeringan disebabkan oleh kelembaban mesin tetas yang terlalu rendah.
Kelembaban udara berfungsi untuk mengurangi atau menjaga cairan dalam telur dan
merapuhkan kerabang telur. Jika kelembaban tidak optimal, embrio tidak mampu
memecahkan kerabang yang terlalu keras. Juga
menurut Anonim (2013) bahwa, semakin tinggi Rh semakin baik dalam proses
penetasan karena dengan tingginya Rh maka embrio akan mudah menyerap Ca dan P
yang ada di cangkang yang dapat digunakan sebagai pembentukan tulang, sehingga
pada proses pipping (retak) yang berperan dens oviragusnya maka pemecahan telur
saat pipping dapat berjalan dengan sempurna.
Peningkatan dan penurunan suhu yang tidak
konstan selama penetasan dapat menyebabkan kematian embrio. Juga
dikatakan bahwa suhu pengeraman yang terlalu rendah dapat
menyebabkan kematian embrio pada hari ke
2 hingga ke 4 dan minggu ke 2 menjadi tinggi (Nurhayati, T, 2009). Juga menurut
Susila (1977) jika suhu terlalu rendah maka perkembangan organ-organ embrio
tidak berkembang secara proporsional. Selanjutnya Wiharto (1988) menyatakan
apabila suhu terlalu rendah umumnya menyebabkan kesulitan menetas dan
pertumbuhan embrio tidak normal karena sumber pemanas yang dibutuhkan tidak mencukupi.
Jika
dalam proses penetasan telur suhu normal selama proses penetasanya, maka akan
memberikan waktu tetas yang tepat (sesuai masa inkubasi dari telur itu sendiri)
dan menghasilkan tingkat daya tetas yang tinggi karena proses perkembangan
embrio dapat berjalan normal sebagai akibat organ vitalnya dapat terbentuk dan
berkembang secara optimal dan normal. Sebaliknya jika selama proses penetasan
suhunya kurang maka masa inkubasi akan lebih tinggi tetapi embrio akan mati,
begitu pula suhu yang lebih tinggi selama proses penetasan berlangsung (
Anonim, 2013).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil yang telah diperoleh dari pelaksanaan
penelitian bahwa dari pemutaran telur
sebanyak 2 (dua) kali, 3 (tiga kali) dan
4(empat) kali dengan rata-rata
daya tetas untuk masing-masing pemutaran telur
sebesar 83,7%, 70,7% dan 58,9%, maka dapat disimpulkan bahwa semakin banyak
pemutaran telur dalam proses pengeraman dengan mesin tetas maka daya tetas
telur akan semakin berkurang.
Pada
perlakuan pemutaran telur dalam menetaskan telur dengan mesin tetas maka
pemutaran sebanyak 2 (dua)
kali menghasilkan daya tetas telur lebih
baik dibandingkan dengan pemutaran sebanyak
3 (tiga) dan 4 (empat) kali.
B. Saran
Diharapkan
untuk penelitian lanjutan dapat melihat bagaimana pengaruh fluktuasi suhu, sehingga dapat menghasilkan
telur tetas yang berkualitas baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013. http://sentralternak.com. Diakses 7 Agustus 2013
Dawan, S. 1984. Penuntun
Praktis Beternak Ayam. IPB, Bogor.
Mudsan.
1990. Beternak Ayam Buras. Penebar Swadaya
Rasyaf. 1989.
Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya.
----------
1989. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya.
Nuryati,
T. 2009. Sukses Menetsakan
Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susila, 1977. Ilmu Dasar
Ternak Unggas. Penebar swadaya. Jakarta.
Wiharto.
1988. Petunjuk Pembuatan Mesin Tetas. Lembaga Penerbit. Universitas
Brawijaya.
Komentar
Posting Komentar